M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior
Jurnal-idn.com – QUARTER FINAL Piala Eropa, Jumat (5/7/2024) akan mulai digelar. Tuan rumah Jerman akan mengawali laga melawan Spanyol, di Stadion MHP Arena, Stuttgart dan Portugal bertemu Prancis di Stadion Volkspark. Sementara Sabtu (6/7/2024), Belanda vs Turkiye (Turki) di Berlin serta Inggris bertempur melawan Swiss di Dusseldorf.
Dari kedelapan negara, hanya Swiss dan Turki yang belum pernah mencicipi gelar juara dan runner-up. Sedangkan Jerman dan Spanyol masing-masing tiga kali juara. Bahkan Jerman juga tiga kali menjadi runner-up. Prancis dua kali juara dan sekali runner-up, lalu Portugal sekali juara dan sekali nomer dua, serta Belanda sekali menjadi juara.
Jerman menjadi juara: 1972, 1980, 1996, lalu runner-up: 1976, 1992, 2008. Spanyol (1964, 2008, 2012/ 1984), Prancis (1984, 2000/ 2016), Portugal (2016/2004) dan Belanda hanya sekali juara 1988.
Bahagia
Lepas dari persaingan yang pasti akan sangat ketat di antara kedelapan Quater finalis ada sesuatu yang membuat saya sangat bahagia. Bahkan bukan hanya di Piala Eropa, Copa America dan Piala AFF U16. Sesuatu yang kebetulan, dan seperti ingin membuka mata kita semua. Ya, apa lagi jika bukan persoalan pemain naturalisasi.
Maklum, meski saat ini para pemain nasional kita telah resmi menjadi warga negara Indonesia, tapi tetap saja ada yang masih mempersoalkannya. Mereka tetap menggap naturalisasi itu bukan jalan untuk meraih prestasi. Bahkan naturalisasi dianggap menjadi alat ‘pembunuh’ bagi pemain-pemain lokal. Lebih jauh lagi, mereka yang membenci PSSI meraih prestasi, meminta agar kompetisi Liga-1 dihentikan saja karena muara di tim nasional telah tertutup.
Jadi, di tiga event sepakbola yang saat ini sedang on fire, mata kita, khususnya mata mereka yang anti naturalisasi, telah dibuka lebar-lebar dengan fakta ini.
Jerman
Jamal Musiala, gelandang menyerang, lahir, 26 Februari 2003. Ayahnya berdarah Yoruba, Nigeria-Togo, berkebangsaan Inggris. Ibunya Jerman keturunan Polandia. Kulitnya meski tidak terlampau hitam, tapi kental betul Afrikanya.
Musiala melewati masa kecil di Inggris. Dia masuk dan lulus dari Akademi Sepakbola Chelsea. Dia juga pernah bermimpi ingin membela the Three Lions sebelum akhirnya pindah ke Jerman.
Sebelumnya, Musiala sempat memperkuat tim nasional Inggris untuk kelompok umur sebelum akhirnya bebar-benar berikrar untuk membela Jerman. Di samping itu, federasi sepakbola Nigeria juga pernah memanggilnya untuk bergabung, tapi dia menolaknya.
Musiala mulai masuk dalam radar KNVB sejak 2020. Usianya baru 18 ketika dia dipanggil untuk memperkuat Panzer, timnas Jerman di Piala Eropa senior. Puncaknya dia ikut tampil di Piala Dunia 2022 di Qatar. Musiala menjadi anak muda pertama (19 tahun 270 hari/wikipedia) yang main di putaran final pesta bola sejagad.
Gelandang penyerang Jamal Musiala.
Sinarnya makin terang saat tampil di Piala Eropa 2024. Musiala mencetak gol perdananya di menit-19, saat Jerman menang 5-1 atas Skotlandia. Gol keduanya di menit 22, ketika Jerman menekuk Hungaria 2-0 di babak grup A. Gol terakhir, saat Panzer menggilas Denmark di 16 besar. Jerman unggul 2-0, Musiala mencetak gol ketiganya di menit 68.
Selain Musiala, ada Antonio Rudiger, bek tengah berdarah Sierra Leone, yang kini bermain untuk Real Madrid. Jonathan Tah, pemain Bayern Leverkusen yang berusia 28. Meski lahir di Hamburg, ayahnya asli imigran dari Pantai Gading. Meski ibunya orang Jerman, darah dan fisik sang ayah yang melekat di Tah.
Bahkan kapten timnas Jerman saat ini diisi oleh pemain asal Turki (ayah dan ibumya), Iikay Guendogan yang saat ini bermain untuk FC Barcelona. Iikay tampaknya mengikuti jejak Mesut Ozil, orang Turki pertama yang membela Jerman.
Spanyol
Namanya Nicholas Nico William Arthuer, posisi gelandang menyerang tim Matador. Usianya baru 21 tahun, saat ini menjadi tulang punggung Athletico Bilbao. Meski lahir di Pamplona, Spanyol, tetapi darah dari yang mengalir di tubuh pemain dengan tinggi 181 cm itu Suriname-Afrika.
Nico ikut menyumbangkan gol ke-3 di gawang Georgia, saat timnas Spanyol menang 4-1 di babak 16 besar. Penampilannya sangat atraktif dan dengan model rambut seperti gimbal di kepang seperti kebanyakan anak-anak Afrika, Nico newarnai tim Spanyol dengan luar biasa.
Lalu ada lagi Lamanie Yamal, gelandang sayap andalan Barcelona yang juga dijadikan andalan tim Matador. Seperti Nico, lahir di Matro, Spanyol, tetapi sama sekali tidak memiliki darah Spanyol. Ayahnya dari Maroko, ibunya asli warga Republik Guine Khatulistiwa, di Pantai Barat Afrika Tengah.
Yamal, satu-satunya pemain Spanyol yang beragama islam. Sejak usia 15 tahun, saat masih di Barcelona B, Yamal sudah dijuluki Mini Messi. Lincah, tajam dan luar biasa.
Di timnas Spanyol masih ada beberapa pemain yang tidak memiliki akar dari Spanyol, tetapi tak seorang pun yang sudi melecehkannya, begitu juga dengan para pemain Jerman yang berkulit hitam.
Bagi mereka, siapa pun orang itu, akan mereka sambut bak pahlawan jika mereka berhasil membawa kesuksesan tim nasional. Semoga semua itu dapat membuka mata hati mereka yang masih terus mempertanyakan soal pemain naturalisasi. Jika Jerman dan Spanyol saja mau menggunakan itu, mengapa kita tidak?
Bersambung….
M.Nigara
Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com