Jurnal-idn.com – Kebahagian itu kadang sangat sederhana, sekedar bertemu dan ngobrol sembari minum atau makan dengan sahabat kita. Seperti pertemuan pertemuan saya bersama Robby Tulus (84) dan Daisy Taniredja (88). Saya jemput Robby yang menginap di hotel di daerah Jakarta Pusat dan kami berdua naik kereta komuter ke rumah Daisy di Depok, Jawa Barat.
Robby, tokoh koperasi yang dikenal secara luas di kalangan gerakan koperasi nasional dan internasional ini memang sudah tinggal dan menjadi warga negara Canada dan sedang ke Indonesia dalam rangka memberi nasehat pengembangan koperasi. Robby adalah guru koperasi saya. Persahabatan kami sudah terjalin lama sejak tahun 2000. Saya mengenal Daisy juga melalui Robby.
Sementara itu, Daisy adalah salah satu perintis awal koran KOMPAS bersama PK Ojong dan Jacoeb Oetama yang berkantor di daerah Harmoni, Jakarta Pusat. Salah satu peninggalanya untuk usaha media adalah model iklan koran kecik atau iklan baris yang memungkinkan orang orang kecil beriklan di koran.
Soal koperasi, memang tidak banyak yang mengetahui peranan Daisy. Orang ini memang tidak banyak bicara tapi banyak mendukung di belakang secara konkrit usaha pengembangan koperasi.
Daisy dari sejak muda, begitu pulang kantor dari KOMPAS, membantu Robby secara volounter mengembangkan Koperasi Kredit (Credit Union) melalui CUCO (Credit Union Conseling Office) yang kantornya kebetulan tidak terlalu jauh dari KOMPAS. CUCO atau Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) ini dirintis tahun 1970-an oleh Pater Abrecht Kariem Arbie, SJ.
Pater Albrecht memimpin CUCO hanya selama satu tahun, lalu kepemimpinan CUCO diserahkan kepada Robby. Daisy secara partimer mendukungnya. Saat ini gerakan ini telah menghasilkan 900-an koperasi kredit (Credit Union) di tingkat primer dengan anggota 4,6 juta individu dengan aset mandiri hingga Rp47 triliun.
Sebagaimana diketahui, Pater Albrecht, perintis CUCO ini meninggal tertembak pada saat pergolakkan terjadi Dili, Timor Leste tahun 1999 dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang banyak jasa-jasanya dan juga karya sosial Pater Albrecht, Daisy bersama beberapa imam dari Ordo Jesuit dan awam dirikan Yayasan Albrecht Kariem Arbie (YAKA).
Melalui sponsorship YAKA, Robby sebagai penasehat YAKA pada tahun 2010 mengembangkan program kaderisasi kepemimpinan. Tujuanya adalah membentuk jaringan kader yang berkarakter kuat dan juga berkomitmen dalam pengembangan lembaga sosial ekonomi masyarakat. Program tersebut dinamakan Kaderisasi Kolega Sosial Ekonomi Strategis Indonesia (K3SI). Dengan dukungan penuh Daisy, Robby berhasil selenggarakan program kaderisasi awal hingga 8 volume di 5 propinsi di Jawa, Sumatera, NTT, Kalbar hingga Ambon.
Kebetulan saya adalah bagian dari kader pertama. Dari kegiatan kaderisasi ini lahir dua organisasi penting Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), satu lembaga think tank sosial ekonomi dan Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) yang merupakan federasi nasional dari koperasi sektor riil (KSR) di mana saya saat ini terlibat aktif sebagai ketua AKSES sekaligus CEO INKUR.
22 Koperasi Primer
AKSES saat ini telah memiliki 376 orang kader aktif yang tersebar di tanah air. INKUR sendiri sudah memiliki 22 koperasi primer yang bergerak di bidang koperasi konsumsi, Agrobisnis, Eco Tourism, jasa perhotelan dan lain-lain.
Daisy memang bertangan dingin, melalui dukunganya, mimpi-mimpi sederhana menjadi mudah terwujud. Dia dalam banyak sesi kaderisasi awal juga masih sering ikut. Bahkan sampai di pelosok Tobelo, Maluku Utara.
Daisy pribadi yang sederhana, kalau diminta pidato kalimatnya sangat singkat tapi mendasar. Seperti misalnya pesan yang disampaikan kepada kader AKSES, “Kepemimpinan berkarakter itu muncul karena memegang nilai nilai penting yang diyakini dan dipertahankan. Ini sangat penting, misalnya kejujuran dan keberanian. Dengan kejujuran dan keberanian orang mungkin banyak yang tidak suka, tapi hal tersebut akan datangkan banyak manfaat”.
Dia juga pernah bercerita, ketika dia memimpin usaha periklanan di KOMPAS, dia dengan berani menolak iklan dari keluarga para petinggi pemerintah yang datang memaksa agar iklanya diberikan prioritas segera terbit dan bahkan sampai dengan menancapkan belati di mejanya, tapi dia tetap memegang prinsip tetap harus antri.
Daisy yang sudah tidak bisa pergi terlalu jauh karena fisiknya yang mulai melemah itu terlihat masih sangat jernih pemikiranya. Dia senang mendengarkan cerita tentang perkembangan Koperasi dan itu terlihat dari senyumnya yang sumringah. Tak lupa dia juga menanyakan tokoh tokoh CU seperti Pak Sitanggang, Pak Florus dan lain lain.
Pertemuan kami selain temu kangen, sesungguhnya Daisy sedang mengajak kami untuk selenggarakan kegiatan sederhana untuk memperingati 25 tahun hari meninggalnya dua orang Imam Jesuit penting di Timor Leste ketika masa pergolakkan politik, yaitu alm. Pater Albrecht Kariem Arbie, SJ pendiri Credit Union Indonesia dan Pater Tarcisius Dewanto, SJ.
Semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu melekat untuk Daisy. Trimakasih atas dedikasi dan ajaran kesederhanaanmu.
Jakarta, 3 Agustus 2024
Suroto
Penulis di antara Robby Tulus (kanan) dan Daisy Taniredja. Foto: Srt.