Ekstrativisme Ekonomi Digital

Oleh: Suroto

Jurnal-idn.com – Dunia digital hari ini telah menjadi kecanggihan jaman dan keniscayaan. Transaksi ekonomi, cara berkomunikasi, pengolahan data dan banyak pekerjaan yang dilakukan melalui cara digital. Digitalisasi dan bisnis basis platform masuk di seluruh sektor. Dari e-commerce, hingga sosial media.

Ekonomi gig menggeser pekerjaan manual dalam skala masif. Cara kerja konvensional berubah total. Talent baru dengan sistem kerja kontraktual dan bebas bermunculan. Banyak pekerjaan malahan telah tergantikan oleh robotic tingkat canggih yang disokong oleh teknologi kecerdasan buatan.

Hari ini, walaupun dunia telah berubah namun ternyata apa yang menjadi sifat dari kapitalisme tetap panggah. Dunia ekonomi digital itu ternyata tetap berada dalam cengkeram sistem kapitalisme ortodhok.

Data yang dikumpulkan melalui bisnis basis platform ternyata hanya diekstraksi untuk kepentingan pengejaran profit segelintir mafia kapitalis. Ektraktivisme adalah term baru yang bertujuan tunggal, demi tujuan komodifikasi dan komersialisasi di bawah kuasa pemilik modal besar, para kapitalis yang keuntungan seluruhnya jatuh ke tangan mereka.

Pekerjaan bebas dan kontraktual seperti para freelancer, para pekerja call center, logistik, pengantaran dan lain-lain juga berada dalam nasib yang buruk. Sebut saja misalnya para driver pengantaran orang dan barang.  Mereka selain harus menanggung resiko kerja lebih besar, turut menyumbangkan alat atau modal, juga tanpa adanya proses partisipasi yang memadai, turut mengambil kebijakan perusahaan di bisnis platform.

Paradigma Baru

Masa depan dunia digital yang adil dan berkemanusiaan itu bergantung pada kepemilikan bersama atas sumber daya teknologi. Untuk itulah ekosistem yang ada harus diarahkan menjadi inklusif dan berkeadilan.

Barang publik digital yang dibiayai publik dan diatur secara demokratis sangat penting untuk mendorong pengelolaan masyarakat terhadap milik bersama digital. Semua diarahkan agar mencapai distribusi nilai yang adil dan menstimulasi budaya kewirausahaan.

Kebijakan harus mendukung penyediaan konektivitas publik, layanan cloud, ruang data umum, kecerdasan digital, standar perizinan dan infrastruktur digital lainnya. Hak kolektif masyarakat atas pengetahuan yang dihasilkan dari data mereka dan hak untuk bersuara dalam tata kelola data mereka harus dilindungi setiap saat.

Gig economy yang tidak memanusiakan pekerja dan mengasingkan masyarakat harus dirombak agar dapat mendorong keadilan, kesetaraan dan martabat dalam kerja berbasis platform. Masyarakat yang melakukan eksploitasi algoritmik tidak boleh dipertahankan. Kecerdasan algoritmik harus tunduk pada pengawasan masyarakat dan norma tanggung jawab sosial.

Platform milik pekerja harus dipelihara untuk mewujudkan potensi ekonomi generasi mendatang yang mendistribusikan kembali kekayaan jaringan dan nilai data.

Transisi digital harus diarahkan melalui visi politik untuk meningkatkan cita-cita demokrasi, penalaran kritis dan kesadaran hak digital bagi warga pengguna. Kebijakan negara di bidang pendidikan dan pelatihan harus mengedepankan prinsip kerjasama, model wirausaha sosial dan program pendampingan.

Masyarakat yang berkelanjutan didasarkan pada penggunaan teknologi yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, pilihan kebijakan untuk digitalisasi harus sejalan dengan perhatian terhadap dampak lingkungannya.

Perekonomian AI harus mendukung paradigma pengetahuan lokal yang regeneratif yang memajukan penghidupan berkelanjutan dan hidup berdampingan secara harmonis antara dunia manusia dan non-manusia.

Bisnis Platform Kooperatif

Dunia digital yang hasilkan residu kemanusiaan dan ketidakadilan harus diberikan solusi. Monopoli pendapatan dan kekayaan dari segelintir orang sebagai penguasa data harus dihentikan. Untuk itulah perlu satu perombakan total dan mendasar di dalam tata kelola dan tata aturanya.

Untuk menghadapi revolusi digital ini, kita dapat belajar dari masa era revolusi industri yang terjadi pada tahun 1800-an. Pada masa itu mesin gantikan manusia, produksi skala masal dari mesin industri ciptakan sisi penawaran barang berlimpah, sistem persaingan ekonomi kapitalis yang liberal hanya hasilkan keuntungan bagi segelintir orang dan mereka yang hanya punya tenaga dan juga keterbatasan modal menjadi obyek pemerasan dan penindasan.

Pada masa kapitalis industri berkembang dan penindasan berjalan lalu lahirkan satu perlawanan besar. Pada waktu itu sebetulnya telah ditemukan model organisasi perusahaan canggih. Namanya adalah perusahaan koperasi. Tepatnya dideklarasikan pada tahun 1844, di mana beberapa buruh pabrik di Rochdale, Inggris berusaha untuk dirikan perusahaan yang mereka modali sendiri, dikelola sendiri dan diprioritaskan untuk penuhi kebutuhan sendiri.

Dari laporan International Cooperative Alliance (ICA), koperasi saat ini telah meliputi 3 juta perusahaan. Dimiliki oleh 1,3 miliar orang dan beroperasi di seluruh sektor bisnis dari kebutuhan sehari-hari hingga layanan barang publik (lihat www.ica.coop).

Perusahaan koperasi ini yang paling prinsip adalah di kepemilikan. Perusahaan ini terbuka dan dimiliki oleh siapapun juga. Berikan kesempatan kepemilikan bagi pekerja dan bahkan konsumen atau pelangganya.

Perusahaan koperasi ini beroperasi di seluruh sektor bisnis yang dikerjakan oleh kapitalis, namun dengan cara dan tujuan yang berbeda dengan perusahaan kapitalis. Perusahaan koperasi ini dengan pengakuanya persamaan terhadap harkat dan martabat manusia kembangkan cara canggih untuk kendalikan perusahaan secara demokratis dengan hak suara dalam pengambilan keputusan perusahaan bagi setiap orang sama. Tujuanya bukan untuk kejar keuntungan bagi segelintir investor, namun manfaat bagi semua, bagi mereka yang memodali, bekerja dan bahkan konsumennya.

Berangkat dari pelajaran tersebut maka, ekonomi digital hari ini sebaiknya terus dikembangkan dengan satu aturan baru. Bisnis platform kapitalis yang bertumpu keputusanya pada pemilik modal harus digantikan dengan model platform yang didasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif melalui perusahaan koperasi.

Jakarta, 28 Desember 2023

Disarikan dari Konferensi Platform Cooperative Consurtium, Trivadrum, India 29 November – 2 Desember 2023 dimana penulis sebagai salah satu narasumber.

Suroto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *