JAKARTA, jurnal-idn.com – Usulan saya tentang ide pengkoperasian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus bergulir. Ada yang mengatakan bahwa ide saya itu ngawur, tidak benar, absurd dan bahkan dianggap bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 seperti yang dikatakan oleh Prof Ichsanurdin Noorsy di media.
Usulan saya justru untuk menegaskan bahwa pasal 33 UUD 45 itu supaya dipakai di UU BUMN yang selama ini sudah dipreteli habis hingga lupa mencantumkan koperasi itu di UU tersebut sebagai subyek bukan jadi tempat penerima belas kasihan. Supaya koperasi, bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu tidak dibuang dari BUMN dan kembalikan otoritas BUMN kembali ke tangan rakyat.
Mereka yang menolak pengkoperasian BUMN itu justru yang tuna makna dan tuna aksara terhadap Pasal 33 UUD 45, di mana secara jelas dan gamblang bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bung Hatta yang mengklaim bahwa pasal 33 itu dituangkan dari tangannya sendiri itu juga perlu dijadikan rujukannya. Berulang kali di bukunya tegas dikatakan bahwa yang dimaksud dengan asas kekeluargaan ialah koperasi. Bukan korporasi kapitalis model Perseroan seperti yang digunakan sebagai badan hukum BUMN saat ini.
Bung Ichsanurdin Noorsy tidak usah meninggikan diri dengan merendahkan orang dengan menyuruh orang lain belajar dulu. Justru baiknya anda yang membaca kembali makna dari UUD Pasal 33, jangan gelap mata membela diri hanya karena jadi Komisaris BUMN. Jangan rendahkan diri sebagai intelektuil.
Bunyi pasal 1 ayat 2 UUD 45 mengatakan bahwa kedaulatan atas negara itu ditangan rakyat. Negara ini adalah milik rakyat bukan milik Ihksanurdin Noorsy, bukan Joko Widodo dan apalagi hanya seorang Erick Tohir. Jadi tolong kembalikan kedaulatan rakyat atas aset strategis BUMN yang lebih dari 1Rp0.000 triliun ke angan rakyat melalui pengkoperasian BUMN. Jangan bodohi rakyat terus.
Jakarta, 11 Februari 2024
Suroto
Suroto menantang Ichsanuddin Noorsy berdiskusi tentang idenya mengkoperasikan BUMN. Foto: NM.