JAKARTA, jurnal-idn.com – Putusan Hakim tunggal Praperadilan Estiono dalam perkara gugatan status tersangka Eddy Hiarej harus dihormati. Proses hukum praperadilan adalah pengujian atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK telah dikoreksi, artinya koreksi yang dinyatakan oleh pengadilan dalam putusannya harus dan akan menjadi masukan bagi KPK untuk dapat memperbaiki proses penyidikan atas dugaan Korupsi Eddy Hiarej. Artinya KPK dapat memperbaiki dan melengkapinya dan menetapkan sprindik baru.
Koreksi atas profesionalisme penyidik KPK dan juga mengingatkan pimpinan KPK untuk kompak dalam kerja
Kolegial pemberantasan korupsi. Artinya ada proses yang dikoreksi pengadilan dan harus diperbaiki misalnya; dikatakan tidak memenuhi dua alat bukti, maka perlu dikaji untuk memperkuat kembali alat bukti dalam penetapan tersangka ke depan.
Peristiwa pidananya kan ada. Tinggal dirumuskan kembali langkah-langkah yang diperlukan oleh KPK untuk proses penyidikan. Putusan batal penetapan tersangka didasarkan pertimbangan alat bukti belum cukup dan pemerisaan saksi dalam jangka waktu sangat pendek.
Hal ini adalah pendapat hukum hakim tunggal praperadilan Estiono, artinya pendapat ini adalah koreksi atas kerja penyidikan KPK, sehingga harus dapat dianggap sebagai masukan bagi KPK untuk profesional dalam penyidikan dengan melengkapi alat bukti dan melakukan kembali pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti secara cermat. Maknanya proses ini bisa dilakukan lagi.
Melampaui Kewenangan
Dalam amar putusan hakim terdapat putusan hakim yang melampaui kewenangan, yaitu amar putusan yang menyatakan tidak sah segala keputusan dan penerapan lebih lanjut yang diterbitkan oleh pemohon terkait penetapan tersangka.
Amar putusan ini maknanya bias, apakah yang tidak sah adalah tindakan lebih lanjut terkait surat penetapan tersangka didasarkan sprindik KPK no 147 tanggal 24 November 2023 atau tindakan lebih lanjut setelah proses hukum atas perkara ini diperbarui dan dilengkapi merujuk pada pertimbangan putusan hakim .
Menurut saya adalah terbatas merujuk sprindik KPK no 147 tanggal 24 November 2023 bukan proses baru setelah dilengkapi sesuai koreksi hakim praperadilan. Amar tersebut tidak bermakna KPK tidak bisa lagi menyidik perkara tersebut karena kalau itu maknanya hakim telah bertindak melampaui kewenangan atau melanggar UU KPK dan UU tipikor kArEnA membatasi kewenangan KPK.
Sugeng Teguh Santoso
KETUA IPW
Sugeng Teguh Santoso: Dalam amar putusan hakim terdapat putusan yang melampaui kewenangan. Foto: DW.